To be an Actor

DFG GKI NGUPASAN

Kamis, 12 Oktober 2017

Materi: Mengenali dan mempersiapkan tubuh untuk akting, topeng netral, dan topeng emosi.

Dalam sebuah pertunjukan teater tokoh menduduki peranan penting, antara lain sebagai peniru, pembawa watak, pembawa pesan cerita, dan sebagai “tangan kanan” penulis naskah. Sebagai peniru, aktor harus dapat meniru karakter tokoh, dalam hal ini termasuk gambaran modern tentang identifikasi intelektual dan kegelisahan eksistensial. Sebagai pembawa watak, aktor haruslah dapat melakukan peleburan dan peresapan yang melibatkan fungsi fisik dan psikologis untuk membawakan watak tokoh. Sedangkan yang dimaksud dengan tangan kanan penulis dan pembawa pesan cerita adalah posisi aktor harus mampu membawakan pesan dari penulis, dalam hal ini adalah pencipta karakter masing-masing tokoh yang diaplikasikan di atas panggung dan disampaikan kepada penonton sebagai penerima pesan. 

Aktor harus melakukan latihan untuk bisa bertindak sebagai peniru, pembawa watak, pembawa pesan, dan tangan kanan yang kemudian disebut sebagai penciptaan karakter baru. Ada beberapa tahapan latihan yang dilakukan aktor untuk menciptakan karakter baru. Pada latihan kali ini dimulai dengan pengenalan terhadap tubuh dan bagaimana menciptakan emosi tokoh. 

  • Mengenali dan mempersiapkan tubuh untuk akting.

Tubuh manusia berbeda antara satu dan lainnya. Kita diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan. Sebelum masuk ke dalam akting sebagai tokoh, kita harus mengenali dan mempersiapkan diri kita terlebih dulu. Seringkali kita melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak kita sadari, entah itu cara berjalan, cara duduk, cara bicara, bahkan kebiasaan tidur. Kebiasaan-kebiasaan ini harus kita perhatikan detailnya. Apakah nantinya akan mengganggu peranan kita sebagai tokoh atau malah mendukungnya. Selain itu, kita juga harus detail memperhatikan diri kita baik secara fisik, psikologis, maupun sosiologis. Setelah betul-betul dipahami maka hal-hal tentang diri kita nantinya harus diisolasi atau disimpan rapat agar tidak muncul ketika kita berakting. Isolasi diri juga bisa dibantu dengan cara meditasi. Menenangkan pikiran dan merilekskan otot-otot tubuh adalah salah satu cara untuk mengisolasi tubuh dan pikiran agar siap masuk ke dalam karakter tokoh.   

  • Topeng Netral

Yang dimaksud dengan topeng netral adalah kondisi dimana aktor atau pemeran ada dalam posisi siap untuk dimasuki peran. Posisi ini tidak diintervensi/diganggu oleh “aku diri” atau netral. Siap dalam pengertian perangkat keaktorannya sudah terlatih dengan baik dan disiapkan untuk mengakomodir karakter-karakter baru. Tubuh aktor disini diibaratkan seperti gelas kosong. Gelas kosong berfungsi sebagai wadhah yang siap menerima isian, apapun bentuk isiannya. Dengan kata lain topeng netral adalah kondisi tubuh diantara diri sebagai aktor dan diri sebagai tokoh. 

  • Topeng Emosi

Topeng emosi adalah inner action yang dikeluarkan melalui emosi. Dalam hal ini pencurahan konsentrasi tubuh dan pikiran kepada frase dan topeng wajah. Emosi yang biasa dikenal ada lima, yaitu marah, gembira, sedih, takut, dan gelisah. Setelah tubuh berada dalam kondisi netral maka akan dengan mudah memasukkan emosi-emosi tokoh yang diciptakan. Pada latihan kali ini ada tiga emosi yang dicoba, gembira, sedih, dan gelisah. 

Proses latihan dimulai dengan pengenalan kembali kebiasaan yang dimiliki oleh peserta latihan. Oiya, latihan kali ini dihadiri 4 orang, Anggia, Silvi, Arum, dan Obed. Menyusul kemudian Sofyan, tetapi setelah beberapa saat dia undur diri karena jadwal yang tabrakan dengan jadwal latihan musik. Kebiasaan-kebiasaan yang seringkali kita acuhkan, abaikan, bahkan dilakukan secara reflek kembali ditinjau dan diperhatikan sungguh-sungguh. Anggi mempunyai kebiasaan merilekskan buku-buku jari tangannya sampai berbunyi “kluk/klek”. Silvi mempunyai kebiasaan memainkan helaian rambut di atas dahi ketika sedang bosan. Arum sering menyilangkan tangan di depan dada (sendhakep). Entah apa kebiasaan Obed. Dia datang terlambat sekitar 15-20 menit sejak dimulainya latihan. 

Saya meminta teman-teman berjalan santai sambil memperhatikan bentuk kaki, tangan, badan, sampai wajah. Bagaimana detail-detail bagian tubuh yang mereka miliki. Bentuk kaki, ruas-ruas jari kaki, ruas-ruas jari tangan, betuk wajah, hidung, pipi, bahkan telinga yang tidak dapat dilihat tanpa menggunakan cermin. Ketika mereka mengenali kembali bagian tubuh masing-masing, saya meminta untuk memunculkan kembali kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan. Gabungan keduanya menumbuhkan konsentrasi kuat bagi mereka. 

Beberapa saat setelah melakukan pengenalan terhadap tubuhnya kembali, mereka saya minta untuk menceritakan bagaimana ketubuhan yang mereka miliki. Masing-masing kemudian menyadari bahwa tubuh mereka ternyata unik. Keunikan dan kebiasaan inilah yang kemudian dismpan, diendapkan. Dalam bahasan untuk keaktoran istilah penyimpanan ini sering disebut sebagai isolasi diri. Isolasi diri atau isolasi personal adalah upaya untuk menyimpan identitas personal kita dan memunculkan atau memaksimalkan bagian lainnya, dalam hal ini adalah tokoh baru yang akan diciptakan. Setelah melakukan isolasi diri, tubuh kita akan berada dalam posisi netral atau kosong. Inilah posisi tubuh yang disebut topeng netral.Pada posisi ini tubuh seperti gelas kosong yang siap diisi dengan apapun. Akan disebut segelas teh jika gelas kosong tersebut diisi dengan teh. Akan disebut segelas kopi jika gelas kosong itu diisi dengan kopi.  Isian inilah yang kemudian membuat penonton bisa “membaca” topeng yang dimaksud. 

Topeng emosi adalah langkah selanjutnya. Saya meminta mereka untuk saling berpasangan. Anggi memilih berpasangan dengan Silvi, Arum berpasangan dengan Obed. Sebelum mencoba topeng emosi, saya mengingatkan kembali emosi-emosi dasar yang biasa dipelajari. Mereka memilih untuk menggunakan topeng emosi gelisah terlebih dulu. Setelah bergantian mempraktekkan emosi gelisah, mereka lanjut ke topeng emosi sedih. Pilihan ketiganya adalah topeng emosi gembira. Mereka memilih kekontrasan yang diciptakan emosi sebelumnya. Masing-masing pasangan saling mengoreksi dan memberi pendapat atas emosi ciptaan pasangannya. 

Emosi yang diciptakan tidak serta merta muncul. Ada karakter diri yang saya minta untuk diikutsartakan dalam penciptaan topeng emosi ini. Bukan berarti mereka tidak lepas dari ke-dirian-nya, tetapi lebih kepada memudahkan tahapan, dengan catatan; sebagian besar ke-dirian-nya disimpan atau diisolasi dengan baik. Ke-dirian-nya tidak dimunculkan semuanya. Ada sebagian yang diendapkan atau diisolasi, sehingga akan memunculkan dan memaksimalkan bagian tubuh lainnya, terutama wajah. Latihan kali ini ditutup dengan PR dua topeng emosi yang akan diulas dan dicoba pada pertemuan selanjutnya. 

Berikut adalah pengalaman teman-teman DFG setelah mengikuti latihan.

Obed: Saya ikut kelas DFG di GKI Ngupasan. Hari ini kami belajar materi tentang topeng netral. Hari ini saya belajar unutk mengenali potensi dan kebiasaan diri saya. Bagaimana saya dengan postur yang tinggi dan langkah kaki yang besar cenderung untuk jalan dengan berat. Kebiasaan saya untuk menyentuh hidung atau menggaruk-garuk kepala. Saya jadi paham bahwa hal ini perlu dikenali supaya ketika bermain topeng peran sifat ini tidak keluar. 

Saya juga belajar mengenali emosi teman saya dan belajar menunjukkan emosi. Ada riga emosi yang saya dan teman-teman coba, yaitu gelisah takut, dan gembira. Memunculkan emosi perlu didorong dengan alasan. Ketika bermain peran, perlu memikirkan alasan kenapa kita merasa gelisah, takut, dan gembira. Tetapi peraaan ini adalah peraaan yang kita bangun bukan yang keluar dari keaslian kita. Ternyata setiap emosi memiliki cir-ciri dan gerak-gerik yang berbeda-beda yang cenderung mirip pada kebanyakan orang. 

Sebuah pelajaran yang menyenangkan sekali dan tidak sabar untuk melanjutkannya. 

Anggi: Yang aku dapat dari kelas pertemuan teater itu yang pertama; belajar mengenali diri sendiri.Yang biasa aku lakukan, yang disadari atau ga disadari. Terus gimana caranya buat mengenali kebiasaan kita sendiri? Gimana mengatasi kebiasaan yang suatu saat harus diisolasi dan jangan sampai kebiasaan kita itu mengganggu atau melenceng dari peran yang kita perankan. Gimana caranya kita mengekspresikan setiap perasaan yang kita selalu rasakan, meski diatas panggung, diatas skenario yang sudah ditentukan tapi harus terllihat natural.  

Silvi: Di kelas hari ini aku dapat pelajaran banyak banget. Nggak nyesel deh buat datang hari ini. Hari ini aku menyadarai dan jadi tahu tentang kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam diriku. Mesikpun dulu aku belum tahu, namun kelas ajaran Kak Joan tadi benar-benar membuat aku sadar tentang kebiasaan yang tidak aku sadari. Misal cara berjalan yang ternyata beda dari yang selama ini aku bayangkan. Jari kaki dan tangan yang ternyata bunteg. Menyadari pula wajah yang aku miliki. Kebiasaan-kebiasaan yang ternyata sering aku lakuin baik yang aku sadari ataupun tidak. Dan yang lebih menarik lagi aku diajari tentang akting. Bagaimana mengisolsi diri, menghilangkan sebagian kebiasaan yang kumiliki, berusaha untuk menjadi tokoh lain, menjauhkan dari kedirianku, serta menyediakan tempat untuk jiwa yang baru dan yang akan diisi ketika akan bermain peran nantinya. Aku diajari bagaimana untuk berekspresi gelisah, sedih, dan bahagia. Masing-masing dari kami saling berpasangan, dimana salah satu melakukan dan yang lain mengamati. Ternyata bahwa dengan cara yang seperti ini, membuat kita bisa menilai orang lain hanya dengan melihat ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya serta gerak-gerak sederhana lain, yang sebenarnya artinya mendalam. 

Pokoke is the best lah buat materi berharga hari ini. Semoga suatu saat nanti aku benar-benar bisa melepas semua kedirianku dan juga benar-benar menjadi tokoh sesuai dengan peran yang ada dengan melakukan isolasi dahulu baik sebelum ataupun sesudahnya.

Kezia Aroem: Materi yang disampaikan secara keseluruhan sangat berguna untukku. Aku semakin tahu kalau nggak hanya orang lain saja yang butuh dikenal dan diperhatikan, tapi juga tubuh kita sendiri. Semakin kita mengenal tubuh kita sendiri semakin kita paham kompetensi yang ada dalam diri kita. Bahkan juga kenal kelemahan dan kebiasaan buruk yang ada di diri kita. “Belajar teater itu bukan sekedar untuk mengenali peran di dunia panggung, tetapi juga untuk memainkan peran di tangah masyarakat. Tanpa mempelajari tubuh dan karakter diri sendiri, orang akan sulit mengenal peran yang akan dimainkan.

Tinggalkan komentar